Izinkan Anak Marah: Marah bukan hal terlarang

Bayi menangis, anak – anak menangis
Pesan kepada para orang tua: menangis tidak akan membunuh mereka’ Nanny 911
Ini adalah kalimat pembuka pada salah satu bab dalam buku Nanny 911 yang sedang saya baca, judul bab itu sama dengan judul tulisan saya ini. Dari beberapa bagian buku yang saya baca, bab ini termasuk yang menjadi “AHA moment” saya, tentang yang mungkin sudah hal yang biasa terjadi yaitu tangisan anak – anak. Berikut ini ceritanya.
Bayi menangis, anak-anak menangis
Tangisan adalah bahasa bayi sebelum mereka bisa berbicara layaknya orang dewasa. Tangisan merupakan alat komunikasi mereka untuk kita, biasanya jika mereka merasakan ketidaknyamanan seperti merasa sakit, lapar, ketakutan atau karena popoknya basah. Ketika mamasuki usia anak-anak tangisan memiliki makna yang sedikit berbeda,  ketika memasuki fase egosentrik tangisan digunakan anak- anak sebagai ‘senjata’ untuk mewujudkan keinginannya atau dengan kata lain membuat orang tua dan orang disekitarnya menuruti keinginan mereka. Tangisan seperti ini disebut sebagai ‘tangisan manipulatif’. Berhasilkah tangisan itu? Yup seringkali tangisan manipulatif efektif membuat orang tua manut dengan keinginan anaknya. Lagi pula siapa yang tega melihat anak yang lucu berlinang air mata kan? Atau kalaupun tega, seringkali akhirnya orang tua menyerah karena tak tahan mendengar tangisan yang  semakin menjadi-jadi.
inilah yang seringkali menjadi masalah yang gampang-gampang susah, yaitu menangani tangisan anak- anak.
Cari tahu sebabnya lalu redakan tangisannya.
Ada beberapa tahapan yang bisa kita gunakan untuk meredakan (bukan menghentikan) tangisan anak, langkah pertama adalah dengan men cari tahu menyebab tangisannya, penyebab yang saya bahas di sini adalah penyebab yang non fisik, atau bukan karena sakit fisik. Apakah karena ketakutan atau karena kesal dan marah. Nah bagian inilah yang menjadi AHA moment yang saya maksudkan, yaitu tentang marahnya anak, yang kemudian dieksperesikan dalam bentuk tangisan.
Sejak memilki anak pertama kami Naoki. Saya dan suami alhamdulillah memiliki kesepahaman yang kami terapkan dalam menangani tangisan naoki yaitu bahwa tidak semua yang dia inginkan bisa dia dapatkan, apalagi jika konteksnya adalah hal yang bisa membahayakan atau merupakan hal yang tidak baik. Namun ada hal yang selama ini tidak terlalu saya perhatikan yaitu ide tentang ‘membiarkan anak marah’. Sebelumnya saya berusaha menenangkan naoki dengan memberinya pengertian, jika tidak berhasil maka saya memberinya peringatan kalau nangisnya tidak berhenti maka dia akan dihukum/ diberi time out yaitu dengan menempatkannya disebuah sudut hukuman, 1 menit untuk 1 tahun usianya. Metode ‘time out’ ini insyaallah akan saya bahas pada tulisan khusus.
Nah salahnya saya selama ini, sering kali saya menenangkannya dan berbicara padanya ketika naoki masih menangis, hasilnya bukannya malah berhenti, tangisannya semakin menjadi-jadi, akhirnya saya melakukan time out dalam kondisi naoki berteriak dan menangis. Saya hanya berpikir bahwa tangisannya itu sebagai caranya untuk mendapatkan keinginannya. Saya seakan-akan berkata “mau nangis sekeras apapun, ga akan mempan, kalo nangisnya ga berhenti naoki masuk hukuman” . Walaupun akhirnya naoki bisa tenang saya seringkali merasa bersalah, karena membuatnya menangis sedemikian hebatnya. Saya tidak mempertimbangkan kondisi psikologisnya ketika dia menangis, yaitu naoki marah karena keinginannya tidak dituruti. Dia merasa perasaannya tidak diperhatikan, dan saya tidak memberikan waktu kepadanya untuk mengatasi kemarahannya sendiri. Seperti halnya orang dewasa, anak-anak pun membutuhkan waktu untuk meredakan kemarahan mereka.
Hal ini pulalah yang seringkali dilakukan oleh banyak orang tua, tidak memberikan waktu bagi anak mengatasi kemarahan mereka sendiri. Ketika anak menangis biasanya orang tua akan melakukan apapun untuk menghentikan tangisan itu. Karena mereka berpikir ketika membiarkan anak menangis berarti menyiksa si anak.
‘Mereka tidak tahan melihat anak mereka berlinang air mata dalam beberapa menit saja. Orang tua akan melakukan apa pun untuk menghentikan meledaknya amukan si anak. Jadi orang tua akan memohon, meminta sembari memuji, mengiba, membelikan mainan, memberikan permen, membujuk dan jungkir balik berusaha menghentikan tangisan anak’ Nanny 911

yang orang tua biasanya lakukan adalah mengalihkan amarah si anak. Bukan membantunya untuk mengatasi amarah itu.
‘Bahkan anak – anak yang dihentikan tangisnya lebih mungkin menjadi anak – anak manja yang nakal..’ Nanny 911
Selain bisa membuat anak menjadi manja dan nakal, menghentikan tangisan anak juga membuat anak menekan emosinya. Mereka tidak dibiarkan mengekspresikan emosi dan rasa frustasi untuk kemudian diajari tentang mengatasi perasaan itu. Hal ini bisa menjadi permasalah serius ketika mereka  mulai masuk sekolah dan berurusan dengan rasa frustasi menghadapi tugas – tugas sekolah atau masalah dengan teman – teman sekelas.  Ketika anak – anak tidak belajar mengekspresikan rasa marah/ frustasi dan tdak belajar cara mengatasinya, sebagai gantinya mereka akan berkomunikasi dengan kekerasan, saling pukul, menendang, menggigit dan lain – lain.
Membiarkan Anak marah dan bantu mereka mengatasinya
Beberapa langkah yang bisa kita ambil untuk melakukannya adalah:

1. Membiarkan anak menangis sampai tangisannya mulai mereda
Langkah satu ini saya mulai terapkan kepada naoki 2 hari  yang lalu, ketika saya tidak mengizinkannya main karena hujan. Naoki yang saya bawa masuk ke rumah mulai menangis dan memaksa saya membuka pintu. Jika sebelumnya saya memberikan pengertian dengan bicara berulang-ulang bahwa dia tidak boleh main karena hujan, kali itu saya hanya melakukannya sekali, lalu membiarkannya menangis. Setelah mereda saya mendatanginya dan memeluknya kemudian mejelaskan tentang alasan larangan saya.
Kali kedua keesokan harinya ketika naoki bangun dari tidur siang menangis uring –uringan, saya bertanya tentang apa yang dinginkannya tapi makin ga jelas apa maunya, akhirnya saya meninggalkannya beberapa waktu, sambil berkata saya akan kembali kalau naoki sudah berhenti menangis, setelah tangisannya mereda saya datang dan menggendongnya sambil membawa susu. Alhamdulillah dengan cara ini tangisan naoki bisa diredakan, tanpa harus menghukumnya. Dan yang pasti tangisan itu reda karena Naoki, dia bisa menenangkan dirinya sendiri bukan karena saya membuatnya berhenti menangis.
2. Bantu anak untuk mengekspresikan perasaannya
Inti dari langkah ini adalah dengan mengajari anak untuk mengatakan perasaan marah dan frustasi dalam bentuk kata – kata. Anak-anak harus belajar untuk mengungkapkan perasaan negatif. ini sangat penting bagi mereka ketika besar nanti. agar mereka bisa mengekpresikan perasaan marah mereka dengan benar. Ketika anak sudah relatif tenang, dengan menggunakan tehnik cara berkomunikasi dengan anak,  dampingi mereka untuk mengakui dan mengatakan mereka marah atau kesal.
bantu anak untuk mengatakan ‘aku marah’ atau ‘aku kesal’, ulangilah kata-kata anak anda, lalu akui kemarahannya, setelah itu tanyakan penyebabnya dan berikan pengertian tentang penyebab kemarahannya itu.
3. Berikan apresiasi ketika anak berhasil mengekspresikan dan mengatasi kemarahannya
Bukanlah hal yang mudah bagi anak- anak untuk mengekspresikan kemarahan dan mengatasinya dengan cara yang baik. Oleh karenanya berikanlah apresiasi atau penghargaan kepada mereka jika berhasil mengatakan marah dan bukannya mewujudkannya dalam bentuk tindakan. Beberapa metode diataranya dengan menggunakan papan bermagnet , setelah memberikan pujian ketika anak berhasil berkata ‘aku marah’, mereka kemudian diberikan imbalan berupa tanda bintang yang ditempel di papan bermagnet (bisa juga menggunakan guci yang diisi kelereng atau lainnya).
“Nanny tahu kamu kesal. Ok! Bagus. Mari kita tangani” Nanny 911
jadi biarkanlah anak – anak marah, tapi bantu mereka mengatasi kemarahannya. ^^b

Comments